Berhenti Memberikan Alasan

Adalah benar bahwa kita tidak bisa menjadi segala sesuatu, namun dalam hidup ini kita harus menjadi sesuatu. Ketika itu mungkin ada begitu banyak pilihan bejejer di depanku, menunggu untuk aku pilih. Di saat itu aku harus menjadi sesuatu, namun satu pertanyaan muncul ketika aku membuat pilihanku; Ke arah manakah kubiarkan hidupku akan mengalir? Dari semua pilihan yang ada, manakah yang harus aku pilih? Menjadi bintang olahraga? Menjadi artis? Atau membangun karier agar bisa menjadi hartawan? Aku yakin tak satupun yang aku sebutkan tersebut akan dapat memberikan aku kepuasan mutlak dalam hidup yang begitu singkat ini.


Setiap hari aku mencoba untuk membuat keputusan. Dan bila saat ini aku mencoba untuk memejamkan mata, mencoba melihat kembali setiap keputusan yang telah kubuat. Aku adalah seorang yang selengekan, cengengesan dan suka membuat sebuah keputusan secara spontan jika aku dihadapkan pada sebuah persoalan kecil dan tidak begitu rumit. Namun kisahku ini menjadi lain, ketika aku dihadapkan pada sebuah persoalan yang serius yang amat mempengaruhi seluruh arah dalam perjalanan hidupku di masa depan, aku tak akan membuat keputusan secara spontan. Dan ketika aku membuat pertimbangan itu, aku akan mendekati masalah tersebut aku akan menimbang segi positif maupun segi negatifnya. Akan tetapi, terkadang alasan-alasan negatif akan sangat dominan, sehingga aku merasa takut untuk membuat keputusan karena sebuah resiko yang akan terjadi.

Aku teringat begitu banyak orang menolak ajakan Yesus; ''Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang''(Lukas 14:18-20). Dan dalam bagian lain masih bisa ditemukan; ''Izinkan aku menguburkan orang tuaku dahulu, izinkan aku berpamitan dahulu'' (Lukas 9:59,61).

Mengapa aku sering memberikan alasan dalam menjawab panggilan Tuhan, dalam menentukan arah perjalananku di masa yang akan datang? Mungkin aku merasa bahwa diriku tak layak, merasa banyak kekurangan, merasa terbelenggu oleh dosa dan kesalahan. Namun apakah aku pernah tahu, dari sekian banyak nama-nama besar yang muncul dalam sejarah keselamatan umat manusia, bahwa mereka mempunyai kekurangan tersendiri?

Aku membayangkan orang-orang berikut: Abraham adalah seorang yang usianya lanjut serta sudah tidak bertenaga lagi. Yakub adalah seorang yang selalu merasa dirinya tidak aman, Lea adalah seorang yang sangat menarik, Musa adalah seorang yang sama sekali tak pandai bicara sehingga ia membutuhkan Harun saudaranya dan juga orang yang keras kepala, Gideon adalah seorang yang miskin, Daud mengambil istri orang lain dan terlibat begitu banyak masalah keluarga, Yeremia seorang yang hidup tertekan, Yunus seorang yang takut dan ragu-ragu menuju ninewe, Petrus adalah seorang yang gegabah dan cepat naik pitam, Martha seorang yang selalu dirudung rasa cemas, Zakeus seorang yang pendek dan pemungut cukai, Thomas seorang yang lemah iman, Paulus seorang pembunuh, sedangkan Timotius seorang penakut.

Sama seperti aku mereka semua memiliki keterbatasan tersendiri, mereka bukanlah orang yang sempurna, namun mereka tak menjadikan kekurangan mereka sebagai alasan untuk tidak menerima panggilan Tuhan. Tuhan memilih mereka dan membutuhkan mereka justru dalam kelemahan mereka, aku yakin Tuhan pasti juga membutuhkanku. Namun aku harus berhenti memberikan alasan menerimaNya.

Sekian



~Jo3~